Pagi itu, saat Lira hendak berangkat ke sekolahnya, Ibu Lira bercerita sedikit tentang pria yang datang kemarin kerumahnya.
"Kemarin itu Om Ari namanya. Besok lusa Ibu mau main kerumah dia. Tapi Fikri ga Ibu bawa Lir. Gapapa kan?" Ibu Lira bertanya. (Fikri adalah adik Lira. Usianya baru beranjak 3 tahun).
"Rumahnya dimana Bu? Kenapa Fikri ga diajak?" Lira.
"Di daerah Pondok Gede. Gaenak Lir kalo bawa Fikri. Kan Ibu baru pertama kesana." Ibu Lira.
"Yaudah Bu. Lira berangkat dulu ya." Lira berpamitan kepada Ibunya.
"Hati-hati ya. Semoga Bapak kamu cepet-cepet kasih motor. Ibu kasian liat kamu jalan kaki terus begini." Ibu Lira.
"Iya Bu Aamiin." Lira.
π³π³π³π³π³
Saat jam istirahat, Lira tidak bersemangat. Ia memikirkan apakah Ibunya benar benar akan menikah kembali. Dirinya masih trauma dengan perpisahan kedua orang tuanya dulu. Ia berusaha untuk mengikhlaskan apa yang terjadi. Namun itu sangat sulit baginya.
"Kenapa Lir? Ga ke kantin?" Tanya Wanda.
"Duluan aja Nda. Aku gaenak pikiran nih. Haha." Lira.
"Kenapa tuh?" Ajeng.
"Udaah sana. Aku lagi pengen sendiri." Lira.
"Tumben Lir. Ada apa?" Auri.
"Gapapa kok hehe." Lira.
"Yee. Yaudah nanti cerita sama aku ya. Aku tinggal ke kantin dulu. Laper." Auri pergi bersama Wanda, Ajeng, dan Diana.
"Okeey." Lira.
Tiba-tiba Harry masuk ke kelas. Saat itu kelas kosong. Hanya ada Lira dan Harry. Harry diam saja, nampaknya ia lupa membawa uang saat ke kantin. Maka dari itu ia kembali ke kelas.
"Duhh liat dia. Jadi inget yang dibilang Auri." Ucap Lira dengan sangat lirih.
~flashback~
Percakapan Lira dan Auri di aplikasi sosial media.
"Jadi, katanya Wanda sih ya. Dulu itu waktu pertama masuk kelas 10, Ajeng sama Ina nulis nomor mereka di kertas trus dimasukin ke tas nya Harry sama Irgo. Dikertas itu ada tulisannya -Secret Admirer- jadi ya siapa yang ga penasaran kan kalo tiba-tiba di tas ada kertas begitu? Ya aku kata Wanda sih. Dan mulai dari situ Irgo pdkt sama Ina, Harry juga niatnya pdkt sama Ajeng. Tapi ya liat sendiri kan? Ajeng gimana sikapnya ke Harry. Aku gatau sih bener atau engganya cerita ini. Wanda bilang dia diceritain sama Chintya." Auri mengetik pesan panjang lebar kepada Lira.
"Serius Ri begitu ceritanya? Berarti yang mulai duluan Ajeng dong? Kalo ga gitu kan Harry kemungkinan juga ga berani deketin tiba-tiba?" Balas Lira.
"Ya gatau Lir. Kata Wanda sih begitu. Bener atau engganya ya kita gatau." Auri.
"Ah gatau deh. Rumit kisah mereka. Belom lagi aku ikut kebawa-bawa. Ya ampun kenapa harus aku yang jadi mak comblang Ajeng sama Harry sih?" Lira.
"Hahahaha mana aku tau Lir. Yaaa asalkan kamu jangan baper aja. Oke?" Auri.
"Iya Ri aku bakalan jaga perasaan biar ga baper. Kalo baper yaudah aku diem-diem aja. Haha." Auri.
~end of flashback~
"Masa iya Ajeng begitu?" Tanya Lira pada dirinya sendiri.
"Lir? Kok ngomong sendiri? Sehat kan?" Tanya Ina.
"Hehe iya sehat kok Na." Lira menjawab sambil tersenyum kikuk.
"Duhh kirain kenapa. Haha." Ina.
2 Bulan kemudian π³π³π³π³π³
"Ibu serius mau nikah lagi sama Om Ari?" Lira.
"Mau gimana lagi Lir? Kalo ga begini Ibu juga bingung. Kebutuhan ga tercukupi. Makan aja susah. Adek kamu ga lama lagi kan sekolah. Ibu butuh biaya." Ibu Lira.
"Tapi Bu... yaudah kalo itu keputusan Ibu, Lira berharap yang terbaik aja buat Ibu." Lira.
"Minggu depan Ibu nikah. Kamu ikut kesana ya? Sekalian kenalan sama keluarganya. Nginep semalem gitu gapapa kan?" Ibu Lira.
"Gapapa Bu. Berarti abis itu Lira tinggal sendiri disini?" Lira.
"Iya Lir. Gapapa kan kamu sendiri?" Ibu Lira.
Lira menghela nafas panjang kemudian menjawab "Iya Bu, Lira gapapa kok sendiri. Lagian kata Bapak juga udah dapet motor buat aku. Nunggu Bapak bisa anterin kesini motornya."
"Yaudah bagus kalo begitu." Ibu Lira.
Percakapan malam itu membuat Lira menangis dalam tidurnya. Ia ingin bercerita. Namun kepada siapa? Auri tentunya sudah tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 00.30 dini hari. Dan terlintas nama Harry dibenak Lira. Kemudian ia langsung menghubunginya dan meluapkan segala rasa sedihnya.
Percakapan Lira dan Harry di aplikasi sosial media.
"Serius? Kamu bakal tinggal sendiri Lir?" Balas Harry.
"Iya. Pokonya mulai minggu depan aku udah sendirian disini." Lira.
"Yang waktu itu tinggal di deket situ siapa kamu?" Harry.
"Itu tante aku. Dia udah pindah ke Balaraja." Lira.
"Bener-bener gaada saudara disini ya?" Harry.
"Iyaa. Gapapa lah. Itung-itung belajar mandiri." Lira.
"Iyaa. Yang sabar oke? Udah jam segini, tidur sana. Besok dateng ke sekolah mau kaya apa itu muka. Udah jelek matanya bengkak. Makin kumel dah. Kaya kucing liar. Belekan ingusan. Hahahahaha." Harry.
"Ya ampun Har. Tega bener lagi sedih begini diledekin haha. Oke tidur duluan yaa." Lira langsung menutup ponselnya dan mencoba untuk terlelap.
Keesokan harinya...π³π³π³π³π³
"Aduh lapeeeeeeer. Lama banget sih istirahatnya." Wanda.
"Perut mulu yang diurusin Nda hahahaha." Diana.
"Tau tuh. Awas makin gendut Nda. Hahahahah." Auri.
"Namanya orang laper. Malah diledekin." Wanda memasang wajah sedih.
"Ndaaa udah jelek jangan dijelek-jelekin begitu dong." Lira.
"Parah kamu Lir. Hahahah." Ajeng.
πππππ(ceritanya suara bel istirahat :v)
"Ah akhirnya istirahat jugaaaa." Wanda langsung berlari keluar kelas untuk memakai sepatu.
"Laper parah itu anak. Hahahaha." Diana.
Saat Lira ingin mengambil sepatu di rak, ia bersebelahan dengan Harry. Lira kaget dan tidak sengaja menjatuhkan salah satu sepatu miliknya. Bukannya membantu Lira mengambil sepatunya, Harry justru menendang sepatu Lira sampai jauh.
"Harryyyyyyyyy. Awas kamu yaaaa." Teriak Lira setelah Harry menendang sepatunya. Harry hanya tertawa singkat.
"Cie cieee makin deket niih." Auri.
"Rii awas nanti ada yang denger." Lira.
"Oh iya lupa. Yaudah cepetan pake sepatu kamu terus kita ke kantin." Auri.
"Okeokee. Tunggu." Lira kemudian memakai sepatunya dan pergi ke kantin bersama sahabatnya.
To Be Continued
AustlyπΌ
0 komentar :
Posting Komentar